Rekomendasi lagu untuk mantan presiden Joko Widodo yang telah purnatugas. Eh, sudah atau belum yhaaaa?
JOKO WIDODO alias Jokowi adalah salah satu figur politik paling kontroversial dewasa ini. Jangan salah paham: kontroversial tidak selalu buruk. Memang betul, jika dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu, ketika Susilo Bambang Yudhoyono hendak purna tugas, keriuhan jagat pemberitaan dan media tidak seramai kini. Ini boleh jadi dipantik oleh langkah-langkah Joko Widodo yang banyak menuai pergunjingan.
Banyak yang menilai bahwa ia adalah salah satu pemimpin dengan kelihaian yang cukup tinggi. Langkah-langkah politisnya adalah manifestasi dari strategi kekuasaan. Meskipun, ia hendak purna, cara ia memperlakukan anak, mantu, bahkan petinggi-petinggi partai menyimpulkan bahwa ia adalah sosok yang lihai menjadikan personalized politics.
Hingga 22 Juni 2025, hari ketika artikel ini ditulis, berbagai persoalan mencuat, yang tentu menyeret nama Joko Widodo, sebelum atau sesudah ia lengser. Mulai dari ‘kudeta’ ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang (katanya) pesanan dari istana, balada roti 400 ribu rupiah, relasi patronase bisnis anak-mantu, dll.
Semua hal ini melingkupi dan menyita perhatian rakyat Indonesia di berbagai lapisan, mulai dari akademisi hingga tukang siomay di depan tempat tinggal saya. Untuk itu, saya sebetulnya menyarankan Bapak Joko Widodo harusnya lebih rileks dan menikmati waktu, pada masa purnanya. Terutama dengan mendengarkan sebuah lagu-lagu. Ketimbang mengurus konsesi kekuasaan, santai, istirahat, dan merenunglah, Pak.
1. Positively 4th Street – Bob Dylan
Suara parau Dylan memang spesial. Ia meramu melodi disertai dengan suaranya yang khas. Lagu ini adalah sekaligus apologi dan dendam. Liriknya memang penuh dengan sentimentalisme yang menyiratkan ‘gue begini karena lo juga’. ‘Lo’ itu merujuk pada orang-orang yang seolah-olah memberi Joko Widodo pesakitan. Simbolisasi dendam yang dipadukan dengan sebuah emosi berusaha digambarkan melalui lagu ini.
I wish that for just one time
You could stand inside my shoes
And just for that one moment
I could be you
Yes, I wish that for just one time
You could stand inside my shoes
You'd know what a drag it is
To see you
2. Sang Petualang – Kantata Takwa
Ikhwal kekuasaan lekat dengan persoalan-persoalan waktu. Tirani waktu mengintai terus-menerus, menguntit hingga akhir. Tidak ada manusia yang mau hidup di dalam tirani waktu. Tapi apa daya? Kemewaktuan, kata Heidegger, selalu melekat dengan Ada. Barangsiapa mengingkarinya, ia harus siap hidup di dalam kegamangan. Sang Ada harus sadar bahwa temporalitas adalah suatu unsur yang melekat pada setiap fase hidup, dan ujungnya adalah kematian, suatu titik di mana kita mesti berhenti. Lagu ini menggambarkan sebuah keadaan gamang akibat kehilangan, tapi tetap terpatri pada satu garis yang lurus, yaitu hidup yang terus-menerus. Ini tentu saja bertentangan dengan pendapat Montaigne suatu saat yang mengatakan bahwa salah satu prasyarat kehidupan adalah kematian, karena hanya dengan hal tersebut, kita dapat dikatakan ‘hidup’. Kekuasaan juga demikian.
Petualang merasa sepi merasa sunyi
Sendiri dikelam hari
Petualang jatuh terkulai
Namun semangatnya bagai matahari
Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap
Ya, sang petualang terjaga
Ya, sang petualang bergerak
Ya, sang petualang terkapar
Ya, sang petualang sendiri
3. Have a Cigar – Pink Floyd
Eksistensi melekat pada sebuah rasa cinta, apalagi dari sang ayah ke anak. Ini terbukti pada lagu garapan Roy Harper. Siapa yang tidak ingin anaknya berhasil, sukses, dan meneruskan karya ayahnya? Itu impian semua ayah yang normal di dunia. Ini cocok dengan langkah Joko Widodo yang menyiapkan jalur khusus untuk anaknya. Fly high, boy!
Come in here, dear boy, have a cigar
You're gonna go far, you're gonna fly high
You're never gonna die
You're gonna make it if you try
They're gonna love you
Well, I've always had a deep respect
4. Bla…..Bla…...Bla – God Bless
Om Iyek beserta anggota lainnya paham betul tentang kesombongan. Lagu ini hadir sebagai sebuah tamparan atas sebuah keserakahan. Ada baiknya juga bahwa kita sambungkan makna lagu ini dengan pepatah Belanda, “Kesombongan berarti kejatuhan sudah dekat.” Hoogmoed komt voor de val.
dendam mendendam antar manusia
saling lindas saling menggilas
angkat senjata
hantam kiri kanan persetan
penting tahta bertabur intan
lagu kematian
lantang dan bergema
5. Too Much Love Will Kill You – Queen
Segala yang berlebihan tidaklah baik. Termasuk cinta. Kecintaan yang berlebihan akan sesuatu boleh jadi menandai fanatisme. Kebencian yang mandarahdaging terhadap sesuatu juga menjadikan seseorang penghujat ulung. Hukum alam berkata bahwa suatu saat, jika semuanya berada dalam taraf yang berlebihan, maka kecintaan akan menggerogoti segala yang ada pada kita. Ia memakan tubuhnya sendiri. Pada akhirnya, ia selalu menjadi korban dari kejahatannya sendiri. Mengerikan bukan?
Too much love will kill you
Just as sure as none at all
It'll drain the power that's in you
Make you plead and scream and crawl
And the pain will make you crazy
You're the victim of your crime
Too much love will kill you every time
Leave a Comment